Do I have an awesome lover?
the bestest of best friends?
a supporting family?
and most importantly, a fulfilled life?
I don't think so.
But I do know that
I have a lover, friends, and a family that will always be there to fill up my life, which is everything compared to the nothingness of the so-called fulfilled life.
And for that, I am thankful enough. Alhamdulillah.
Tuesday, December 21, 2010
It Ends Tonight.
Malam sudah pergi, pagi kini kembali.
Masih belum cukup terang untuk pasti.
Tangisan yang didengari, jeritan yang berselang-seli,
Punca siapakah? Berani, aku tidak berani.
Mungkinkah si kecil yang memberontak,
memperjuangkan haknya yang ditolak.
Atau adakah si ibu yang dianiaya,
melayan nasib diri diperguna?
Hentikan segala sangsi.
Waraskan gerak hati.
Logik itu pasti.
Semua pasti.
Seram.
Masih belum cukup terang untuk pasti.
Tangisan yang didengari, jeritan yang berselang-seli,
Punca siapakah? Berani, aku tidak berani.
Mungkinkah si kecil yang memberontak,
memperjuangkan haknya yang ditolak.
Atau adakah si ibu yang dianiaya,
melayan nasib diri diperguna?
Hentikan segala sangsi.
Waraskan gerak hati.
Logik itu pasti.
Semua pasti.
Seram.
Iva Munira.
Sunday, December 5, 2010
Once in an empty day,
Halus, detik masa berlalu,
membawa pergi waktu yang buntu
Dia ingin bersuara,
biar lena mereka dibuatnya.
Walau pahit bunyinya sayu,
isi dan kuku rapatnya hati.
Dengan ini bermula sakti,
tanda kita satu sekutu.
Ingin dia menambah bual,
mencari kandung bahan sembunyi.
Ingin dia menolak sial,
membuang hitam biarkan pergi.
Dengarkan ragu di jiwa,
alah melayan, menang maksudnya.
Dengan ini bermula sakti,
tanda kita satu sekutu.
Perjuangkan ruang yang ada.
membawa pergi waktu yang buntu
Dia ingin bersuara,
biar lena mereka dibuatnya.
Walau pahit bunyinya sayu,
isi dan kuku rapatnya hati.
Dengan ini bermula sakti,
tanda kita satu sekutu.
Ingin dia menambah bual,
mencari kandung bahan sembunyi.
Ingin dia menolak sial,
membuang hitam biarkan pergi.
Dengarkan ragu di jiwa,
alah melayan, menang maksudnya.
Dengan ini bermula sakti,
tanda kita satu sekutu.
Perjuangkan ruang yang ada.
Iva Munira.
Friday, November 19, 2010
Wishes
silang kata tak mungkin mampu
menggores hilang kedambaan-ku
hari-hari menghitung hari
malam-malam bermimpi ngeri
bukan maksudku ada curiga
masa lampau tak mengizinkannya
jika punya waktu berubah
walau sesaat, aku akan terima
ingin aku tanam percaya
demi dia yang ingin lena
Hanya kerana sayang
menggores hilang kedambaan-ku
hari-hari menghitung hari
malam-malam bermimpi ngeri
bukan maksudku ada curiga
masa lampau tak mengizinkannya
jika punya waktu berubah
walau sesaat, aku akan terima
ingin aku tanam percaya
demi dia yang ingin lena
Hanya kerana sayang
Iva Munira.
Thursday, November 18, 2010
This is how I spell EVOL
Mirip angkasa rupa paras-mu
Dibintangi bulan yang terang
Yang aku sangkakan malam
Kekadang jelmanya siang
Oh begini rasanya ber-empunya
Tak mungkin lekang bibit rindu
Andainya pasti sampai mati
Aku sempurna
Laut belantara jadi matanya
Langit dan tanah mencuri dengar
Inilah tanda sakti setia-ku
Semoga janji ditepati
Ya agaknya benar kata mereka
Merdunya rasa ber-empunya
Andainya pasti sampai mati
Aku sempurna
Pengalaman tidak berbohong
Dibintangi bulan yang terang
Yang aku sangkakan malam
Kekadang jelmanya siang
Oh begini rasanya ber-empunya
Tak mungkin lekang bibit rindu
Andainya pasti sampai mati
Aku sempurna
Laut belantara jadi matanya
Langit dan tanah mencuri dengar
Inilah tanda sakti setia-ku
Semoga janji ditepati
Ya agaknya benar kata mereka
Merdunya rasa ber-empunya
Andainya pasti sampai mati
Aku sempurna
Pengalaman tidak berbohong
Iva Munira.
Monday, November 15, 2010
Coincidence
bagaimana gerak langkahku?
menghadap taufan datang seribu
mengikat urat menahan sedu
mencari maksud bencana itu
dibiarkan pergi semua terganggu
tidak dilayan akal yang jitu
cuma jiwa tidak sekutu
bersendirian menanti temu
kilauan silau membutakan retina
dihadang bingkai tidak upaya
sekali lagi aku bicara
harapkan balas budi anggota
kain putih bercorak sudah
bukan lagi suci dan lemah
terperangkap dalam segala kancah
ketinggalan dalam akidah
ini pesanku pada diri,
hari itu bakal tiba
cuma tinggalku untuk pasti
walau hati tidak seerti.
menghadap taufan datang seribu
mengikat urat menahan sedu
mencari maksud bencana itu
dibiarkan pergi semua terganggu
tidak dilayan akal yang jitu
cuma jiwa tidak sekutu
bersendirian menanti temu
kilauan silau membutakan retina
dihadang bingkai tidak upaya
sekali lagi aku bicara
harapkan balas budi anggota
kain putih bercorak sudah
bukan lagi suci dan lemah
terperangkap dalam segala kancah
ketinggalan dalam akidah
ini pesanku pada diri,
hari itu bakal tiba
cuma tinggalku untuk pasti
walau hati tidak seerti.
Iva Munira.
Friday, November 5, 2010
Geel
his eyes speak of joy.
his hands, the touch of gold.
my eyes speak of sorrow.
my hands, the touch of tomorrow.
we move around, feeling the hate,
seeing fate, don't try to change it.
i know what you are up to,
so hush, stop and go.
the existence of nothingness,
speaks to you the art of something.
it is not meant to be empty,
now start, we are free.
i may not complete you,
just trouble, i deceive you.
ask me just one more time,
then we can start all over again.
Kiss this wonderland goodbye.
his hands, the touch of gold.
my eyes speak of sorrow.
my hands, the touch of tomorrow.
we move around, feeling the hate,
seeing fate, don't try to change it.
i know what you are up to,
so hush, stop and go.
the existence of nothingness,
speaks to you the art of something.
it is not meant to be empty,
now start, we are free.
i may not complete you,
just trouble, i deceive you.
ask me just one more time,
then we can start all over again.
Kiss this wonderland goodbye.
Iva Munira.
Filthy Youth
sayang jika nikmat tidak dihargai,
jika kepuasan tidak sampai ke puncak.
malang sekali tersedu sedan teriak,
ditangisi sejuk beku kekecewaan itu.
nasib diri belakang cerita,
sekarang bukan masanya berdrama.
sakit mata memandang dia,
jangan relakan aku mendakwa.
cuba buka jiwa yang buta,
yakni semuanya sementara.
simpan dalam segala dendam.
kami ternyata bukan mangsa.
sudah aku khabarkan itu derita,
tetapi liat ralat mendengar.
biarkan lalunya kata hati,
tidak semestinya dia sejati.
ikhlas-ku sayang dan kasih,
tidak mengharapkan perhatian.
fikir sejenak kerakusan-mu,
pasti tahu bukan salah-ku.
jika kepuasan tidak sampai ke puncak.
malang sekali tersedu sedan teriak,
ditangisi sejuk beku kekecewaan itu.
nasib diri belakang cerita,
sekarang bukan masanya berdrama.
sakit mata memandang dia,
jangan relakan aku mendakwa.
cuba buka jiwa yang buta,
yakni semuanya sementara.
simpan dalam segala dendam.
kami ternyata bukan mangsa.
sudah aku khabarkan itu derita,
tetapi liat ralat mendengar.
biarkan lalunya kata hati,
tidak semestinya dia sejati.
ikhlas-ku sayang dan kasih,
tidak mengharapkan perhatian.
fikir sejenak kerakusan-mu,
pasti tahu bukan salah-ku.
Iva Munira.
Tuesday, October 19, 2010
Humidity
Nian diibaratkan,
membakar diri biar sendiri.
Sang teman hanya perbualan,
jauh sekali akibatnya perit.
Hancur luluh sikit-sikit,
cair lebur hingga ke dasar.
Putih ke hitam apa kisahnya?
Gelap terpadam juga akhirnya.
Mirip mentari tidak semena,
bukan sungguh bulan purnama.
Nian ini hanya yang punya,
sakit diri janji selesa.
Amboi rancak api bersiul,
berdetik kencang menurut waktu.
Bukalah matamu sayu,
saksikan jangka hayat-ku.
Iva Munira.
Friday, October 15, 2010
Happy?
Sampai sudah waktunya akal itu tepu,
Menapis tepis hina itu tidak bisa.
Bukan dirancang atau merancang tujuannya.
Berjalan kaki sendiri menunggu dugaan.
Setiap kiri dan kanan tercalar,
dek emosi dan nafsu yang tak sabar.
Ampunkan khilaf yang tak pernah sudah.
Jiwa ini muda dan masih tak terjaga.
Alangkah mulianya kuasa mantera,
membimbing tangan menunjuk jalan.
Sekali ini juga kita akan sedar,
arah tuju tak mampu disimpan.
Digenggam erat rasa yang ada,
usah relakan terbangnya melayang.
Sakit di luar parutnya di dalam,
terus sembunyi menanti peri.
Menapis tepis hina itu tidak bisa.
Bukan dirancang atau merancang tujuannya.
Berjalan kaki sendiri menunggu dugaan.
Setiap kiri dan kanan tercalar,
dek emosi dan nafsu yang tak sabar.
Ampunkan khilaf yang tak pernah sudah.
Jiwa ini muda dan masih tak terjaga.
Alangkah mulianya kuasa mantera,
membimbing tangan menunjuk jalan.
Sekali ini juga kita akan sedar,
arah tuju tak mampu disimpan.
Digenggam erat rasa yang ada,
usah relakan terbangnya melayang.
Sakit di luar parutnya di dalam,
terus sembunyi menanti peri.
Iva Munira.
Tuesday, October 5, 2010
SINGAlong
Terbanglah pergi tsunami,
Usah menghampiri.
Aku ingin menyanyi,
sekuat hati menggegar bumi.
Aku tahu dia berkata,
pekakkan saja telinga.
Bukan bibirnya yang derita,
tapi hati ini yang selesa.
Memang mudah mengarang kata,
namun payah menyusun bahasa.
Jangan dihina mimpi yang indah,
khayal ini kita terus luah.
Sakit perit bila bingit,
impaknya luas nafsu tercuit.
Sungguh enak lagu ini,
Bagi akulah, kau apa peduli?
Janji tak guna ayat manis.
Usah menghampiri.
Aku ingin menyanyi,
sekuat hati menggegar bumi.
Aku tahu dia berkata,
pekakkan saja telinga.
Bukan bibirnya yang derita,
tapi hati ini yang selesa.
Memang mudah mengarang kata,
namun payah menyusun bahasa.
Jangan dihina mimpi yang indah,
khayal ini kita terus luah.
Sakit perit bila bingit,
impaknya luas nafsu tercuit.
Sungguh enak lagu ini,
Bagi akulah, kau apa peduli?
Janji tak guna ayat manis.
Iva Munira.
Monday, September 27, 2010
Sweet
hipokrasi tidak bermetafora,
metafora itu penyamaran yang klasik.
kita selesa begini; bermetafora.
Friday, September 24, 2010
Yang Mulia itu Rasa
mari semua bermain cinta, rasakan percikan suka berasmara
beradu-mu tinggalkan dahulu, biar tak bertamu janji bersatu
titis embun lagi membasahi, titis hujan sikit tak dirasai
manis buah galak diratapi, manis senyumnya dikau tolak tepi
bulan purnama janji kita setia, senada seirama selenggok gaya dan bahasa
joget seiringan, tangan tak dilepaskan, mata saling satu renungan
andai ini nasib-ku, sanggup dileraikan semua pahit
dikucup dipaut tangis-mu yang perit
siapa dia pemilik jiwa?
tepuk dada tanya selera
mari semua berbunga jiwa, berbahasa mirip yang mulia
tuturkan nada sekata, biar tak berlagu janji ada rasa
titis peluh lagi diminum, titis airmatanya diluah
manis gula habis dijilat, manis katanya dianggap kelat.
bulan purnama janji kita setia, senada seirama selenggok gaya dan bahasa
joget seiringan, tangan tak dilepaskan, mata saling satu renungan
andai ini nasib-ku, sanggup dimatikan masa silam
dihirup, dirasa tawa-mu yang suram
siapa dia pemilik jiwa?
tepuk dada tanya selera
jangan emosi itu bahasa, biar berlagu indahnya sang kata
apa saja mahunya sengketa, hapus terus dibawa bencana
saat ini aku berpantun, sesaat lagi mungkin seloka
biar janji maknanya makna, bukan hanya bahan duga.
Nikmati malam seindah hari terang
beradu-mu tinggalkan dahulu, biar tak bertamu janji bersatu
titis embun lagi membasahi, titis hujan sikit tak dirasai
manis buah galak diratapi, manis senyumnya dikau tolak tepi
bulan purnama janji kita setia, senada seirama selenggok gaya dan bahasa
joget seiringan, tangan tak dilepaskan, mata saling satu renungan
andai ini nasib-ku, sanggup dileraikan semua pahit
dikucup dipaut tangis-mu yang perit
siapa dia pemilik jiwa?
tepuk dada tanya selera
mari semua berbunga jiwa, berbahasa mirip yang mulia
tuturkan nada sekata, biar tak berlagu janji ada rasa
titis peluh lagi diminum, titis airmatanya diluah
manis gula habis dijilat, manis katanya dianggap kelat.
bulan purnama janji kita setia, senada seirama selenggok gaya dan bahasa
joget seiringan, tangan tak dilepaskan, mata saling satu renungan
andai ini nasib-ku, sanggup dimatikan masa silam
dihirup, dirasa tawa-mu yang suram
siapa dia pemilik jiwa?
tepuk dada tanya selera
jangan emosi itu bahasa, biar berlagu indahnya sang kata
apa saja mahunya sengketa, hapus terus dibawa bencana
saat ini aku berpantun, sesaat lagi mungkin seloka
biar janji maknanya makna, bukan hanya bahan duga.
Nikmati malam seindah hari terang
Iva Munira.
Off-black
this heart knows no pain.
this life goes through no obstacle.
but this me suffers the leftovers.
at times, i cry in silence,
and sometimes in screams.
you dare me to force myself,
to feel and to kill peace.
i fear for nothingness,
for i crave for something.
this hearts knows a challenge.
this life goes through disaster.
here, we will all meet again.
eye to eye, but no heart to heart.
i save no vengeance,
for i wish for no more.
no more everything?
oh no.
just no more you.
I decided to go white this time.
this life goes through no obstacle.
but this me suffers the leftovers.
at times, i cry in silence,
and sometimes in screams.
you dare me to force myself,
to feel and to kill peace.
i fear for nothingness,
for i crave for something.
this hearts knows a challenge.
this life goes through disaster.
here, we will all meet again.
eye to eye, but no heart to heart.
i save no vengeance,
for i wish for no more.
no more everything?
oh no.
just no more you.
I decided to go white this time.
Iva Munira.
Wednesday, September 22, 2010
Zero Point
apa cerita pura-pura
menyeluk masuk minda jahiliah
kalau perlu bila perlu
bermanis muka biarpun goyah
ini zaman yang bijak pandai
jangan gila jadinya terabai
kalau perlu bila perlu
hanya kecil sudah memadai
gigit jari mengenang nasib
tepuk dahi buang yang pahit
banyak-banyakkanlah doa mu
dulu dan kini Dia yang tentu
kalau perlu bila perlu,
yang ditangisi dibuang jauh
yang ditawakan beragak-agaklah
biar serasi menang atau kalah.
sayang, semua ini mimpi.
menyeluk masuk minda jahiliah
kalau perlu bila perlu
bermanis muka biarpun goyah
ini zaman yang bijak pandai
jangan gila jadinya terabai
kalau perlu bila perlu
hanya kecil sudah memadai
gigit jari mengenang nasib
tepuk dahi buang yang pahit
banyak-banyakkanlah doa mu
dulu dan kini Dia yang tentu
kalau perlu bila perlu,
yang ditangisi dibuang jauh
yang ditawakan beragak-agaklah
biar serasi menang atau kalah.
sayang, semua ini mimpi.
Iva Munira.
Friday, September 17, 2010
Sentimaterialistic
hujan guruh di malam hari,
membuah resah tanpa henti.
hati ini tak pernah lena,
walau mata rapat tak terbuka.
sayang itu aku harap sayang.
terbang tinggi terbanglah melayang.
jangan ada ragu, ragu juga hatiku.
kerana kata hanyalah kata bisu.
terang bulan disuluh mentari,
tak pernah mampu bersinar sendiri.
tangan ini hanya mangsa,
dikawal minda dayus durjana.
biar sendiri mengatur salah,
biar kudrat mengaku kalah.
jahat itu aku yang punca,
bukan dia, mereka, dan semua.
cinta itu ku harap cinta.
bunga lahir berbungalah mekar.
usah segan silu, segan juga maruahku.
kerana segan, jalan tak dituju.
Kita semua telah dirancang
membuah resah tanpa henti.
hati ini tak pernah lena,
walau mata rapat tak terbuka.
sayang itu aku harap sayang.
terbang tinggi terbanglah melayang.
jangan ada ragu, ragu juga hatiku.
kerana kata hanyalah kata bisu.
terang bulan disuluh mentari,
tak pernah mampu bersinar sendiri.
tangan ini hanya mangsa,
dikawal minda dayus durjana.
biar sendiri mengatur salah,
biar kudrat mengaku kalah.
jahat itu aku yang punca,
bukan dia, mereka, dan semua.
cinta itu ku harap cinta.
bunga lahir berbungalah mekar.
usah segan silu, segan juga maruahku.
kerana segan, jalan tak dituju.
Kita semua telah dirancang
Iva Munira.
Farewell
Cahaya ini semakin meninggalkan,
Membawa dengannya waktu bersama.
Kalau penantian itu menyakitkan,
Perpisahan jauh lebih seksa.
Keriuhan ini mula menyepi,
Kembali pada yang nyata.
Rahmatnya tak mungkin berganti,
Tolak tepi pangkat dan harta.
Aku tahu akan inginku,
Dari dulu hingga kini.
Tak pernah berubah walaupun satu,
Jiwa itu masih di sini.
Hakikat jelasnya sangat mencabar,
Menduga kewarasan emosi.
Semua pasti dan haruslah bersabar,
Kelak sampai waktu itu lagi.
Di kesempatan ini, aku menyeru,
Biar dikekalkan ihsan yang ada ini.
Semoga dijauhkan khilafnya diriku,
Dan mendatangnya ilham di hati.
Selamat Datang Kejiwaan.
Membawa dengannya waktu bersama.
Kalau penantian itu menyakitkan,
Perpisahan jauh lebih seksa.
Keriuhan ini mula menyepi,
Kembali pada yang nyata.
Rahmatnya tak mungkin berganti,
Tolak tepi pangkat dan harta.
Aku tahu akan inginku,
Dari dulu hingga kini.
Tak pernah berubah walaupun satu,
Jiwa itu masih di sini.
Hakikat jelasnya sangat mencabar,
Menduga kewarasan emosi.
Semua pasti dan haruslah bersabar,
Kelak sampai waktu itu lagi.
Di kesempatan ini, aku menyeru,
Biar dikekalkan ihsan yang ada ini.
Semoga dijauhkan khilafnya diriku,
Dan mendatangnya ilham di hati.
Selamat Datang Kejiwaan.
Iva Munira.
Thursday, September 9, 2010
Pre-Raya
Hari ini hari berdendang sukma,
berpantun seloka, bersuara irama.
Inspirasi lahir pada jam ke lima,
setelah tamatnya riwayat sang purnama.
Memang payah untuk berlagu,
apatah lagi menyahut getaran itu.
Namun ralit kita menyanyi,
mempedulikan segala sangsi.
engkau berkutbah di kanan dan kiri.
Mari semua kita bertarung,
percaya apa saja dapat diharung.
berpantun seloka, bersuara irama.
Inspirasi lahir pada jam ke lima,
setelah tamatnya riwayat sang purnama.
Aku kagum dengan rentak-mu,
mengiringi sisi dunia dengan gaya.
Kukuh akal, hati-mu jitu,
mempertahankan asas budaya.
mengiringi sisi dunia dengan gaya.
Kukuh akal, hati-mu jitu,
mempertahankan asas budaya.
Memang payah untuk berlagu,
apatah lagi menyahut getaran itu.
Namun ralit kita menyanyi,
mempedulikan segala sangsi.
Mungkin kita bukan yang satu,
galak berhibur memuaskan nafsu.
Tapi yakin sucinya kalbu,
melahirkan semangat yang baru.
galak berhibur memuaskan nafsu.
Tapi yakin sucinya kalbu,
melahirkan semangat yang baru.
Jangan ditolak angan yang datang,
kerna budinya tidak tertatang.
Mimpi indah memanggil siang,
memberi tanda malam berpalang.
Aku berhujah kesana sini,kerna budinya tidak tertatang.
Mimpi indah memanggil siang,
memberi tanda malam berpalang.
engkau berkutbah di kanan dan kiri.
Mari semua kita bertarung,
percaya apa saja dapat diharung.
Tak aku sangka datangnya cahaya,
menjadi teman di kala bahaya.
Kita berlari sambil mengejar,
mencari hakiki yang semakin pudar.
menjadi teman di kala bahaya.
Kita berlari sambil mengejar,
mencari hakiki yang semakin pudar.
Inilah harapan-ku.
SELAMAT HARI RAYA AIDILFITRI
Maaf Zahir & Batin
SELAMAT HARI RAYA AIDILFITRI
Maaf Zahir & Batin
Iva Munira.
Wednesday, September 8, 2010
Real-istic
Apa makna itu warna?
Semua menjadikannya cerita.
Langgar sini, langgar sana.
Sampai celaka jadinya negara.
Wonne, yee, tiga sampai lima,
Mari buka buku bahasa.
Sedarlah wahai kawan semua,
Kita baca ayat yang sama.
Babi sana, paria sini, bodoh situ,
Buka mata pandang kiri kanan,
Tiada yang lebih jitu,
Dari kekuatan persefahaman.
Jangan silap langkah,
Tolak tepi nafsu amarah,
Masa depan kelak akan cerah,
Jika rela mengaku kalah.
Hidup ini bukan hakiki,
Berperang tumbuklah pun sampai mati,
Buat bahan dikeji dan juga caci.
Sampai kapan nak begini?
Tepuk dada, tanya selera.
Mana satu yang lebih bermakna,
Hidup bahagia atau mati tak berharga?
Usah kerana nama, berakhirnya di neraka.
Iva Munira.
Semua menjadikannya cerita.
Langgar sini, langgar sana.
Sampai celaka jadinya negara.
Wonne, yee, tiga sampai lima,
Mari buka buku bahasa.
Sedarlah wahai kawan semua,
Kita baca ayat yang sama.
Babi sana, paria sini, bodoh situ,
Buka mata pandang kiri kanan,
Tiada yang lebih jitu,
Dari kekuatan persefahaman.
Jangan silap langkah,
Tolak tepi nafsu amarah,
Masa depan kelak akan cerah,
Jika rela mengaku kalah.
Hidup ini bukan hakiki,
Berperang tumbuklah pun sampai mati,
Buat bahan dikeji dan juga caci.
Sampai kapan nak begini?
Tepuk dada, tanya selera.
Mana satu yang lebih bermakna,
Hidup bahagia atau mati tak berharga?
Usah kerana nama, berakhirnya di neraka.
Iva Munira.
4th floor?
Kepada semua,
Harap dimaafkan segala silap dan salah,
Sesungguhnya aku dewasa yang masih mentah.
Jika ada terkasar bahasa atau tertarik muka,
Faham-fahamlah bahawa kita semua memang mengada-ngada. ;p
Sepanjang Ramadhan ini dah berbuka dan sahur bersama,
Sekali pun aku takkan lupa, malah ingat sampai tua.
Biarpun penat lelah memanjat tangga,
Aku gagahi jua mengenangkan duit dah tak ada.
Buat Zunainah dan Fatin Fahima,
Memang aku seronok jadi orang tengah untuk kome berdua.
Pada Nabila dan juga Shareena,
Tahun ini yang pertama dan terakhir kita serumah.
Dan tidak lupa, Yang Mulia Raja Nur Fatiha,
Terima kasih bawa jalan-jalan naik Estima.
Aku bahagia dengan semua kerana ada masam manisnya.
Semoga Ramadhan yang semakin berlalu ini dihargai sepenuhnya,
segala itu ini yang dibawanya bersama.
Maka dengan itu, diucapkan Selamat Hari Raya,
buat kita semua yang ke dua puluh dua.
Peluk dan cium dari kita.
Harap dimaafkan segala silap dan salah,
Sesungguhnya aku dewasa yang masih mentah.
Jika ada terkasar bahasa atau tertarik muka,
Faham-fahamlah bahawa kita semua memang mengada-ngada. ;p
Sepanjang Ramadhan ini dah berbuka dan sahur bersama,
Sekali pun aku takkan lupa, malah ingat sampai tua.
Biarpun penat lelah memanjat tangga,
Aku gagahi jua mengenangkan duit dah tak ada.
Buat Zunainah dan Fatin Fahima,
Memang aku seronok jadi orang tengah untuk kome berdua.
Pada Nabila dan juga Shareena,
Tahun ini yang pertama dan terakhir kita serumah.
Dan tidak lupa, Yang Mulia Raja Nur Fatiha,
Terima kasih bawa jalan-jalan naik Estima.
Aku bahagia dengan semua kerana ada masam manisnya.
Semoga Ramadhan yang semakin berlalu ini dihargai sepenuhnya,
segala itu ini yang dibawanya bersama.
Maka dengan itu, diucapkan Selamat Hari Raya,
buat kita semua yang ke dua puluh dua.
Peluk dan cium dari kita.
Iva Munira.
Monday, August 30, 2010
Nationalism
Jadi switzerland bukan senang,
walaupun berada di kedudukan neutral.
Di kanan, teman.
di kiri pula kenalan.
Goyah hati masing-masing,
tak siapa yang tahu.
Ada kalanya lebih berpihak pada yang di sebelah situ.
Menjadi saksi aksi hipokrasi manusia bermain api.
Alasannya, sayang sudah bukan empunya.
Berkelip mata dia yang memerhati.
Terdetik hati mengenangkan suatu ketika itukah nasib diri.
Dan hari ini, keadaan berubah arah.
memalingkan muka ke dunia-nya.
Segala perit getir, tangis juga yang manis,
berada di atas bahu.
Andainya pergi bukan suatu pilihan,
tetapi arahan,
pasti sudah jauh kita merantau,
mencari kesan lebih mendalam.
Lihatlah dunia,
sedang dia meniup api yang kini sisa,
menunggu masa untuk terbakar semula.
Doa.
walaupun berada di kedudukan neutral.
Di kanan, teman.
di kiri pula kenalan.
Goyah hati masing-masing,
tak siapa yang tahu.
Ada kalanya lebih berpihak pada yang di sebelah situ.
Menjadi saksi aksi hipokrasi manusia bermain api.
Alasannya, sayang sudah bukan empunya.
Berkelip mata dia yang memerhati.
Terdetik hati mengenangkan suatu ketika itukah nasib diri.
Dan hari ini, keadaan berubah arah.
memalingkan muka ke dunia-nya.
Segala perit getir, tangis juga yang manis,
berada di atas bahu.
Andainya pergi bukan suatu pilihan,
tetapi arahan,
pasti sudah jauh kita merantau,
mencari kesan lebih mendalam.
Lihatlah dunia,
sedang dia meniup api yang kini sisa,
menunggu masa untuk terbakar semula.
Doa.
Iva Munira.
Independence
Bukan niat-ku mencela yang putih, hanya ritmanya kurang mendayu.
Apabila cuba bersuara, kedengaran sakit dan lurus.
Setiap kali dinyanyikan irama merdu (dalam konteks monolog dalaman) ingin sekali berlantang,
biar terdengar lenggok dan gayanya.
Aku menjari-jarikan bahasa,
Memadam punca sakitnya mata,
Menutup sinis dari jiwa,
Untuk sebutan mereka yang menduga.
Bahasa ini menyulamkan kata hati bangsa yang sejati.
Tanpanya, siapalah kita? Ibarat hidup tetapi mati.
Apabila cuba bersuara, kedengaran sakit dan lurus.
Setiap kali dinyanyikan irama merdu (dalam konteks monolog dalaman) ingin sekali berlantang,
biar terdengar lenggok dan gayanya.
Aku menjari-jarikan bahasa,
Memadam punca sakitnya mata,
Menutup sinis dari jiwa,
Untuk sebutan mereka yang menduga.
Bahasa ini menyulamkan kata hati bangsa yang sejati.
Tanpanya, siapalah kita? Ibarat hidup tetapi mati.
Alhamdulillah buat 53 tahun kebebasan.
Iva Munira.
Possible
Bila waktu itu sampai,
hapuskanlah kalau-mu itu.
usah terlalu bergantung padanya.
Bila hati gundah gulana,
lupakan terus kalau-mu itu.
persetan semua kemungkinan.
Bila tangan kaku persis batu,
tinggalkan kalau-mu itu.
semoga di layukan semula yang lesu.
Bila minda bercanggah erti dengan logik,
mungkin ada baiknya kalau-mu itu.
hanya kurangkan berharap.
Bila adanya bila di saat memerlukan,
tolak tepi si kalau-mu itu,
ambil iktibar dan sepenuh guna.
Sampai bila nak berkalau, kawan?
hapuskanlah kalau-mu itu.
usah terlalu bergantung padanya.
Bila hati gundah gulana,
lupakan terus kalau-mu itu.
persetan semua kemungkinan.
Bila tangan kaku persis batu,
tinggalkan kalau-mu itu.
semoga di layukan semula yang lesu.
Bila minda bercanggah erti dengan logik,
mungkin ada baiknya kalau-mu itu.
hanya kurangkan berharap.
Bila adanya bila di saat memerlukan,
tolak tepi si kalau-mu itu,
ambil iktibar dan sepenuh guna.
Sampai bila nak berkalau, kawan?
Iva Munira.
Saturday, August 28, 2010
Conscious
Jikalau ada kata untuk membuktikan rasa ini,
bahasa sudah pasti secantik mentari di dini hari.
Andai punya-ku masa buat memanjangkan keindahan,
hati tentunya berbunga dalam ketenangan.
Kapan sampainya waktu itu,
di mana aku sunyi sepi tak berlagu,
hancur lebuh tak bersekutu,
maka akan datangnya rindu.
Bukan selalu emosi ini membuak,
Walaupun hakikatnya itu penafian.
jari jemari sentiasa bergerak,
bagi menggantikan perbualan.
Akan selalu di hati-ku,
setiap inci sudut gerak geri emosi,
Arah mata, ungkapan bibir,
dan percubaan untuk terus bersembunyi.
Kini di sini mengelak dari menghitung hari,
berhati-hati di kala bersua duri.
Aku pasti, sejauh, setinggi, seberat, walau sehebat mana,
putusnya tetap jadi penantian.
Alasan.
bahasa sudah pasti secantik mentari di dini hari.
Andai punya-ku masa buat memanjangkan keindahan,
hati tentunya berbunga dalam ketenangan.
Kapan sampainya waktu itu,
di mana aku sunyi sepi tak berlagu,
hancur lebuh tak bersekutu,
maka akan datangnya rindu.
Bukan selalu emosi ini membuak,
Walaupun hakikatnya itu penafian.
jari jemari sentiasa bergerak,
bagi menggantikan perbualan.
Akan selalu di hati-ku,
setiap inci sudut gerak geri emosi,
Arah mata, ungkapan bibir,
dan percubaan untuk terus bersembunyi.
Kini di sini mengelak dari menghitung hari,
berhati-hati di kala bersua duri.
Aku pasti, sejauh, setinggi, seberat, walau sehebat mana,
putusnya tetap jadi penantian.
Alasan.
Iva Munira.
Saturday, July 31, 2010
The Comeback
Kapan sudah aku ketinggalan, peredaran asyik menyesatkan.
Memintal urat deria pujangga, buat mengabdikan jasanya bahasa.
Kalau dulu sering menyandar, meraih teguran juga perhatian,
kala ini sepi bertambah sunyi, hanya iri yang menggerakkan sendi.
Tak usah dilayan sakit dan perit, kelak berganda pahit dan jerit.
Tapi kita biasa, sukar mengalah di pihak lawan,
mudah rebah di sisi keadilan.
Tangiskan semua sendu, tawakan yang haru biru.
Jangan disimpan isi kesumat, bakal memakan tenaga kudrat.
Mungkin ini hanya repekan, bagi mereka yang punya 'kehidupan'.
Namun bukan sebarang tulisan, ilham datang di saat bergetaran.
Minda berputar di kelajuan terendah, hati berdetik melancarkan darah.
Tangan lemah cuba mengerah, biar janji tamatnya indah.
WASALAM.
Memintal urat deria pujangga, buat mengabdikan jasanya bahasa.
Kalau dulu sering menyandar, meraih teguran juga perhatian,
kala ini sepi bertambah sunyi, hanya iri yang menggerakkan sendi.
Tak usah dilayan sakit dan perit, kelak berganda pahit dan jerit.
Tapi kita biasa, sukar mengalah di pihak lawan,
mudah rebah di sisi keadilan.
Tangiskan semua sendu, tawakan yang haru biru.
Jangan disimpan isi kesumat, bakal memakan tenaga kudrat.
Mungkin ini hanya repekan, bagi mereka yang punya 'kehidupan'.
Namun bukan sebarang tulisan, ilham datang di saat bergetaran.
Minda berputar di kelajuan terendah, hati berdetik melancarkan darah.
Tangan lemah cuba mengerah, biar janji tamatnya indah.
WASALAM.
Iva Munira.
Friday, April 30, 2010
Earth Hour
Kelabu, asap kelabu.
Aku bersiulkan angin jerebu.
Jalanku berlapik isi kekabu.
Gemuruh, darah gemuruh.
Bermandikan saliran hujan keruh.
Beratapkan langit di musim luruh.
Celaka, memang celaka.
Tapak tangan rakus mencipta puaka.
Melukis mati bumi terluka.
Siapa, angkara siapa?
Yang dingin menjadi beku.
Yang terik bertambah haru.
Bukit bukau, ranjau berpanau.
Hutan belantara semakin sasau.
Bagaimana, ya bagaimana?
Jalan cerita nak dialih suara,
kalau yang tercipta mendatangkan murka.
Jawab.
Aku bersiulkan angin jerebu.
Jalanku berlapik isi kekabu.
Gemuruh, darah gemuruh.
Bermandikan saliran hujan keruh.
Beratapkan langit di musim luruh.
Celaka, memang celaka.
Tapak tangan rakus mencipta puaka.
Melukis mati bumi terluka.
Siapa, angkara siapa?
Yang dingin menjadi beku.
Yang terik bertambah haru.
Bukit bukau, ranjau berpanau.
Hutan belantara semakin sasau.
Bagaimana, ya bagaimana?
Jalan cerita nak dialih suara,
kalau yang tercipta mendatangkan murka.
Jawab.
Iva Munira.
Monday, January 11, 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)